Anda Dapat Membantu Wikipedia Dengan Mengembangkannya: Difference between revisions

From Propriedade Intelectual
Jump to navigation Jump to search
mNo edit summary
mNo edit summary
Line 1: Line 1:
<br>Wisata seks adalah aktivitas perjalanan dengan tujuan melakukan aktivitas seksual utamanya dengan prostitusi. Menggunakan seks sebagai penarik wisatawan diyakin lebih murah dan efisien dibandingkan objek wisata lainnya. Di Indonesia, Bali merupakan tujuan utama wisata seks dari mancanegara. Wisata jenis ini tidak dilegalkan secara terang-terangan oleh pemerintah daerah Bali namun berjalan di bawah bayangan namun terorganisasi. Wisata seks tidak selalu memiliki wujud berupa tempat untuk dikunjungi. Transaksi yang dilakukan melalui dunia maya sebelum perjalanan dilakukan kini menjadi modus baru sex tourism. Selain Bali, destinasi wisata seks lainnya adalah Paris, Seoul,  [http://Kepenk%20trsfcdhf.hfhjf.Hdasgsdfhdshshfsh@Forum.Annecy-outdoor.com/suivi_forum/?a%5B%5D=%3Ca+href%3Dhttps%3A%2F%2Fnexwin77b.xyz%2F%3Eslut%3C%2Fa%3E%3Cmeta+http-equiv%3Drefresh+content%3D0%3Burl%3Dhttps%3A%2F%2Fmassavetoys.com%2F+%2F%3E bisexual] Patong (Thailand),  [https://canadianairsoft.wiki:443/index.php/Anda_Dapat_Membantu_Wikipedia_Dengan_Mengembangkannya bisexual] dan Amsterdam. Franck Michel, « Vers un tourisme sexuel de masse ? Artikel bertopik wisata ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya. Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons; ketentuan tambahan mungkin berlaku. [https://health.howstuffworks.com/diseases-conditions/respiratory/stroke-patients-hiccups.htm Lihat Ketentuan] Penggunaan untuk rincian lebih lanjut.<br>
<br>Waria (lakuran dari kata wanita dan pria) atau wadam (lakuran dari kata hawa dan adam) atau jantina (lakuran dari kata jantan dan betina) adalah laki-laki yang lebih suka berperan dan berperilaku sebagai perempuan dalam kehidupan sehari-harinya. Secara fisik, mereka adalah laki-laki (memiliki alat kelamin layaknya laki-laki), tetapi mereka mengekspresikan identitas gendernya sebagai perempuan. Keberadaan waria telah tercatat sejak lama dalam sejarah dan memiliki posisi yang berbeda-beda dalam setiap masyarakat. Namun demikian, tidak semua waria dapat diasosiasikan sebagai homoseksual. Pilihan menjadi waria sama sekali tidak berhubungan dengan kondisi biologis (seksual) mereka, melainkan berhubungan dengan "kebutuhan" mereka untuk mengekspresikan identitas gendernya. Sebutan bencong atau banci juga dikenakan terhadap waria. Namun sebutan tersebut bersifat negatif dan terlalu kasar. Sedangkan terminologi priawan adalah kebalikan dari waria, yaitu pria yang secara biologis wanita, baik yang melakukan transisi ataupun tidak. Pada tanggal 16 Februari 2015 Para [https://www.hometalk.com/search/posts?filter=Priawan%20Indonesia Priawan Indonesia] mendeklarasikan Persatuan Priawan Indonesia, sebagai wadah dan Jaringan kerja antar priawan dan pusat informasi mengenai priawan Indonesia. Umumnya, para waria bekerja di sektor informal seperti mengamen, menjadi pegawai salon, tukang pijat, dan lain-lain. Di beberapa kota besar, seperti Yogyakarta misalnya, kerap dijumpai para waria mengamen di lampu merah, di warung-warung pinggir jalan, hingga di pasar. Masyarakat umum bahkan ada yang mengasosiasikan pekerjaan waria sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) karena kebiasaan mereka yang gemar keluar malam. Namun demikian, baik identitas sebagai waria maupun pekerjaan yang sedang mereka tekuni, sering dianggap negatif oleh masyarakat. Identitas gender waria dianggap melanggar kodrat Tuhan hingga negara, melalui MUI, mengeluarkan fatwa bahwa keberadaan waria adalah haram Diarsipkan 2019-04-03 di Wayback Machine.. Stereotipe negatif yang dialamatkan kepada waria tidak jarang ada yang berbuah menjadi tindakan kekerasan. Tidak sedikit waria yang pernah mengalami kekerasan, baik fisik maupun verbal, ketika sedang menjalankan pekerjaan atau sedang melakukan aktivitas lain seperti mengikuti seminar. Masyarakat Indonesia secara umum berada di dalam lingkungan dengan kerangka heteronormatif yang menjadi pondasinya. Kerangka tersebut percaya bahwa hanya ada dua identitas seksual berikut konstruksi gender yang mengikutinya, yaitu laki-laki dan perempuan. Menurut kerangka tersebut, laki-laki sewajarnya berpasangan dengan perempuan dan sebaliknya. Ketika muncul identitas gender lain di luar laki-laki dan perempuan (seperti waria), maka akan dianggap tidak normal,  [http://Ec.L.I.Pses.R.Iw@www.theleagueonline.org/php.php?a%5B%5D=%3Ca+href%3Dhttp%3A%2F%2Fwww.engel-und-waisen.de%2Findex.php%2FEnnada_Lahir_Di_Negara_Bagian_Abia%3Erape%3C%2Fa%3E%3Cmeta+http-equiv%3Drefresh+content%3D0%3Burl%3Dhttp%3A%2F%2Fs.tumblej.dum%40www.theleagueonline.org%2Fphp.php%3Fa%255B%255D%3D%253Ca%2Bhref%253Dhttps%253A%252F%252Fnexwin77b.xyz%252F%253Eblowjob%253C%252Fa%253E%253Cmeta%2Bhttp-equiv%253Drefresh%2Bcontent%253D0%253Burl%253Dhttps%253A%252F%252Fnexwin77b.store%252F%2B%252F%253E+%2F%3E rape] aneh, dan menyimpang. Terlebih lagi, ketika waria tersebut juga seorang pecinta sesama jenis (gay),  [http://www.engel-und-waisen.de/index.php/Ennada_Lahir_Di_Negara_Bagian_Abia rape] stereotipe negatif tersebut akan semakin sering dialamatkan kepada mereka. Frame heteronormatif tersebut menjadi awal mula munculnya beragam stereotipe negatif berikut perlakuan kasar yang dialamatkan oleh masyarakat kepada waria. Artikel bertopik manusia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.<br>

Revision as of 15:25, 26 June 2024


Waria (lakuran dari kata wanita dan pria) atau wadam (lakuran dari kata hawa dan adam) atau jantina (lakuran dari kata jantan dan betina) adalah laki-laki yang lebih suka berperan dan berperilaku sebagai perempuan dalam kehidupan sehari-harinya. Secara fisik, mereka adalah laki-laki (memiliki alat kelamin layaknya laki-laki), tetapi mereka mengekspresikan identitas gendernya sebagai perempuan. Keberadaan waria telah tercatat sejak lama dalam sejarah dan memiliki posisi yang berbeda-beda dalam setiap masyarakat. Namun demikian, tidak semua waria dapat diasosiasikan sebagai homoseksual. Pilihan menjadi waria sama sekali tidak berhubungan dengan kondisi biologis (seksual) mereka, melainkan berhubungan dengan "kebutuhan" mereka untuk mengekspresikan identitas gendernya. Sebutan bencong atau banci juga dikenakan terhadap waria. Namun sebutan tersebut bersifat negatif dan terlalu kasar. Sedangkan terminologi priawan adalah kebalikan dari waria, yaitu pria yang secara biologis wanita, baik yang melakukan transisi ataupun tidak. Pada tanggal 16 Februari 2015 Para Priawan Indonesia mendeklarasikan Persatuan Priawan Indonesia, sebagai wadah dan Jaringan kerja antar priawan dan pusat informasi mengenai priawan Indonesia. Umumnya, para waria bekerja di sektor informal seperti mengamen, menjadi pegawai salon, tukang pijat, dan lain-lain. Di beberapa kota besar, seperti Yogyakarta misalnya, kerap dijumpai para waria mengamen di lampu merah, di warung-warung pinggir jalan, hingga di pasar. Masyarakat umum bahkan ada yang mengasosiasikan pekerjaan waria sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) karena kebiasaan mereka yang gemar keluar malam. Namun demikian, baik identitas sebagai waria maupun pekerjaan yang sedang mereka tekuni, sering dianggap negatif oleh masyarakat. Identitas gender waria dianggap melanggar kodrat Tuhan hingga negara, melalui MUI, mengeluarkan fatwa bahwa keberadaan waria adalah haram Diarsipkan 2019-04-03 di Wayback Machine.. Stereotipe negatif yang dialamatkan kepada waria tidak jarang ada yang berbuah menjadi tindakan kekerasan. Tidak sedikit waria yang pernah mengalami kekerasan, baik fisik maupun verbal, ketika sedang menjalankan pekerjaan atau sedang melakukan aktivitas lain seperti mengikuti seminar. Masyarakat Indonesia secara umum berada di dalam lingkungan dengan kerangka heteronormatif yang menjadi pondasinya. Kerangka tersebut percaya bahwa hanya ada dua identitas seksual berikut konstruksi gender yang mengikutinya, yaitu laki-laki dan perempuan. Menurut kerangka tersebut, laki-laki sewajarnya berpasangan dengan perempuan dan sebaliknya. Ketika muncul identitas gender lain di luar laki-laki dan perempuan (seperti waria), maka akan dianggap tidak normal, rape aneh, dan menyimpang. Terlebih lagi, ketika waria tersebut juga seorang pecinta sesama jenis (gay), rape stereotipe negatif tersebut akan semakin sering dialamatkan kepada mereka. Frame heteronormatif tersebut menjadi awal mula munculnya beragam stereotipe negatif berikut perlakuan kasar yang dialamatkan oleh masyarakat kepada waria. Artikel bertopik manusia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.